SEJARAH PENDIRIAN POSYANDU
Cikal-bakal posyandu atau pos pelayanan terpadu ditetapkan Departemen
Kesehatan pada 1975 dengan merancang Pembangunan Kesehatan Masyarakat
Desa (PKMD). Ini adalah strategi pembangunan kesehatan yang menerapkan prinsip
gotong-royong dan swadaya masyarakat. Tujuannya agar masyarakat dapat
menolong dirinya sendiri melalui pengenalan dan penyelesaian masalah
kesehatan yang dilakukan bersama petugas kesehatan secara lintas program
dan lintas sektor. Kegiatan PKMD pertama kali diperkenalkan di
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, diselenggarakan dalam pelbagai
bentuk. Kegiatan PKMD untuk perbaikan gizi,dilaksanakan melalui Karang
Balita, sedangkan untuk penanggulangan diare melalui Pos Penanggulangan
Diare.
Pada masa itu Keluarga Indonesia umumnya mempunyai kondisi sosial ekonomi yang rendah, banyak yang tidak mengetahui fungsi dan tanggung jawabnya, atau karena alasan tersebut tidak bisa melaksanakan fungsinya secara sempurna. Dalam keterbatasan tersebut masyarakat dan keluarga tetap ingin melaksanakan tanggung jawabnya dan dengan caranya sendiri mempunyai cara-cara sederhana untuk melakukan tugasnya yaitu dengan menggalang kerjasama atau bergabung dalam kelompok-kelompok kecil dalam masyarakat. Penggalangan kerjasama seperti itu antara lain terjadi pada saat keluarga harus menghadapi suatu masalah pelik yang tidak dapat dipecahkannya sendiri. Salah satu upaya penggalangan kerjasama itu terjadi tatkala keluarga menghadapi tantangan, yaitu antara lain pada saat keluarga Indonesia menghadapi pilihan untuk menerima atau mengakui keluarga berencana sebagai budaya baru di Indonesia. Untuk mengatasi masalah, memahami perubahan sosial yang terjadi, dan bersama-sama mengambil keputusan, keluarga-keluarga di pedesaan saling bergabung dan membentuk kelompok keluarga yang selanjutnya disebut Paguyuban Kelompok Akseptor KB.
Kelompok-kelompok ini berkumpul dan memilih ketua mereka masing-masing, umumnya mereka memilih seseorang yang paling senior atau disegani dalam lingkungannya sebagai ketua mereka. Kelompok ini membagi pengetahuan yang mereka tangkap dari para petugas lapangan maupun para bidan dan dokter kepada keluarga lain. Kelompok ini menjadi penyuluh bagi keluarga lain biarpun keluarga-keluarga itu telah bersama-sama mendengar dari petugas yang sama, tetapi karena kemampuannya terbatas, mereka tidak bisa menangkap informasi dengan benar.
Berkumpulnya keluarga-keluarga peserta KB dalam Kelompok Akseptor tersebut berkembang dangan pesat dan merubah fungsi Kelompok Akseptor yang semula hanya menangani masalah KB berkembang melayani kelompok yang melayani masalah-masalah kesehatan lainnya. Pada perkembangan lebih lanjut kelompok-kelompok itu bisa pula menangani kebutuhan utama keluarga lainnya, misalnya pengembangan kemampuan dan kerjasama kewirausahaan.
Pada perkembangan yang lebih mutakhir, Kelompok Akseptor memberi kesempatan anggotanya untuk bersama-sama membangun kegiatan ekonomi antar anggota dan atau membangun kelompok
ekonomi dalam lingkungan Kelompok Akseptor, sehingga Kelompok Akseptor berkembang menjadi Kelompok Ekonomi atau Kelompok Keluarga Sejahtera. Posyandu yang merupakan wahana Kelompok Akseptor berkarya berkembang menjadi beberapa bentuk kelompok terpadu dengan nama dan kegiatan yang berbeda-beda.
Pada tahun 1983 Kepala BKKBN yang semula dijabat oleh Dr. Soewardjono Surjaningrat dilimpahkan pelaksanaannya kepada Dr. Haryono Suyono karena yang bersangkutan dipercaya menjadi Menteri Kesehatan RI. Karena semula beliau adalah Kepala BKKBN, dan ikut membangun Kelompok Akseptor dengan baik, maka kegiatan membina akseptor KB melalui Pos KB itu memberi ilham untuk membangun Pos Kesehatan. Tetapi Kepala BKKBN yang baru, Dr. Haryono Suyono, menawarkan agar Pos KB yang ada ditingkatkan menjadi Pos KB dan Kesehatan Terpadu sehingga tidak perlu membentuk Pos Pelayanan baru. Karena Dr Soewardjono Surjaningkrat dan Dr Haryono Suyono kedua-duanya pemrakarsa dan pembina Pos KB, maka segera dicapai kesepakatan untuk memperluas fungsi Pos KB yang sudah terbentuk di semua pedesaan dan pedukuhan di seluruh Indonesia. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam Naskah Keputusan Bersama sebagai wujud kerjasama antara BKKBN dan Departemen Kesehatan pada tanggal 29 Juni 1983 yang menjadi landasan pembentukan dan pembinaan Pos Pelayanan Terpadu di seluruh Indonesia.
Untuk pengobatan masyarakat di perdesaan melalui Pos Kesehatan, serta
untuk imunisasi dan keluarga berencana (KB) dilakukan di Pos Imunisasi
dan Pos KB Desa. Namun,pelayanan kesehatan justru menjadi
terkotak-kotak,menyulitkan koordinasi,serta memerlukan lebih banyak
sumber daya.Untuk mengatasinya, pada 1984 dikeluarkanlah Instruksi
Bersama antara Menteri Kesehatan, Kepala BKKBN,dan Menteri Dalam
Negeri,yang mengintegrasikan berbagai kegiatan masyarakat ke dalam satu
wadah yang disebut dengan posyandu.
Pencanangan Posyandu yang merupakan bentuk baru ini, dilakukan secara massal untuk pertama kalinya oleh Presiden Suharto selaku Kepala Negara Republik Indonesia pada tahun 1986 di Yogyakarta, bertepatan dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional. Sejak saat itu posyandu tumbuh dengan pesat.
Sesuai dengan pengembangannya, dalam Posyandu tersebut diutamakan pelayanan KB dan Kesehatan, khususnya tentang pelayanan ibu hamildan anak-anak. Tenaga yang diperbantukan dalam Posyandu adalah tenaga bidan, sukarelawan dari PKK dan petugas PLKB BKKBN yang bertugas mengundang dan mengatur kegiatan Posyandu di lapangan.
Bimbingan utama dari BKKBN dan Departemen Kesehatan itu dirasa kurang memadai karena di lapangan Departemen Dalam Negeri dan PKK memainkan peran yang sangat penting. Oleh karena itu pengembangan Posyandu selanjutnya diperkuat dengan bergabungnya Departemen Dalam Negeri dan PKK sebagai pembina Posyandu di seluruh Indonesia.
Para peserta KB dalam oganisasi Kelompok Keluarga Sejahtera tetap menjadi inti pembina dan pelaksana Posyandu di daerah-daerah, baik sebagai anggota PKK atau sebagai bagian dari PKK, tetapi inti pembinaan Posyandu tetap dilaksanakan oleh anggota Kelompok Akseptor dengan bantuan atau perkuatan oleh anggota PKK lainnya, bidan di desa dan tenaga medis lainnya. Kegiatan ekonomi keluarga tidak dilaksanakan dalam Posyandu tetapi berbaur dengan kegiatan masyarakat lainnya.
REVITALISASI DAN PENGEMBANGAN POSYANDU
Pada saat terjadi krisis di tahun 1997-1998, kegiatan Posyandu dalam bidang KB dan Kesehatan menurun. Jumlah Posyandu yang aktif menurun dari sekitar 500.000 buah menjadi hanya sekitar
setengahnya. Begitu juga peranan bidan di desa. Jumlah bidan yang aktif dalam Posyandu di desa merosot dari sekitar 65.000 menjadi hanya sekitar 20.000 sampai 22.000 bidan. Kegiatan Kelompok
Keluarga Sejahtera dalam bidang ekonomi juga merosot, terutama setelah kemampuan dukungan Program Takesra (Tabungan Keluarga Sejahtera) dan Kukesra (Kredit Usaha Keluaga Sejahtera) tidak lagi mendapat perhatian.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak dilantik telah menunjukkan perhatian yang tinggi terhadap upaya membantu masyarakat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraannya. Dalam
berbagai kesempatan Presiden juga menyerukan agar dilakukan revitalisasi atau penyegaran Posyandu.
Untuk menggiatkan kembali layanan di posyandu,pemerintah
mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor
411.3/1116/SJ tanggal 13 Juni 2001 tentang Pedoman Umum Revitalisasi
Posyandu. Isinya,setiap gubernur,bupati,dan wali kota di seluruh
Indonesia wajib menjalankan program revitalisasi posyandu secara
aktif.Surat tersebut diharapkan dapat dijadikan acuan bersama dengan
semangat kebersamaan dan keterpaduan untuk mengembalikan dan
meningkatkan fungsi dan kinerja posyandu.
Meski begitu, imbauan
tersebut sepertinya belum membuahkan hasil yang maksimal.Posyandu seakan
“mati suri”. Kiprahnya seperti istilah ”hidup segan,mati tak
mau”.Kegiatannya selama ini semakin sayup, semakin lama makin tak
terdengar.Menurut Dr Hadiat MA, Direktur Komunitas Kesehatan dan Nutrisi
BAPPENAS,dari sekitar 270.000 posyandu yang ada di Indonesia,hanya
setengahnya yang masih aktif. Padahal,posyandu efektif dalam mendukung
tercapainya target Millenium Development Goals (MDGs), terutama poin
memberantas kemiskinan dan kelaparan, menurunkan angka kematian anak,dan
meningkatkan kesehatan ibu. Karena,kegiatan di posyandu paling
umum adalah menimbang bayi dan mencatat status pertumbuhan, pelayanan
gizi,dan ibu hamil. “Sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah, tetapi
kami tidak bisa bekerja sendiri, perlu dukungan semua pihak,”ujarnya
dalam diskusi media bertajuk “Revitalisasi Posyandu: Peningkatan
Kapasitas Kader Sebagai Ujung Tombak Usaha Meningkatkan Kesehatan Ibu
dan Anak”bersama Kraft Foods Indonesia dan Save the Children di Hotel
Mandarin Oriental.
Upaya tersebut, lanjut dia, antara lain
membentuk Tim Pokjanal Posyandu yang berfungsi membina perkembangan
posyandu secara berjenjang, baik tingkat kabupaten atau kota sampai
kecamatan.Selain itu,terdapat program dalam rangka peningkatan kinerja
kader. Karena selama ini diketahui hanya 30% kader yang telah terlatih.
Terkait pendanaan, pemerintah juga telah mengeluarkan Bantuan Operasional
Kesehatan untuk membantu pemerintahan kabupaten dan kota dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Kesehatan menuju MDGs.
“Bisa dipakai untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan promotif dan preventif seperti pembelian vaksin dan
kegiatan surveilans,” tutur Hadiat. Hadiat menyadari minat masyarakat
untuk mengembangkan posyandu saat ini makin berkurang. Karena itu dia
mengingatkan masyarakat untuk kembali menggiatkan layanan di sarana
kesehatan dasar ini.
POSYANDU HOLISTIK-INTEGRATIF
Untuk
melaksanakan revitalisasi posyandu perlu dihimpun seluruh kegiatan
masyarakat agar berperan serta secara aktif sesuai dengan kemampuannya,
baik sebagai pelaksana maupun sebagai pembina dilingkungannya
masing-masing sehingga cakupan sasaran kelompok masyarakat yang
membutuhkan pelayanan posyandu dapat mencapai hasil yang
setinggi-tingginya. Posyandu dengan strata Purnama dan strata Mandiri
dapat dikembangkan menjadi model Posyandu Holistik – Integratif yang
diintegrasikan dengan beberapa kegiatan yang memang sudah ada di
desa/kelurahan.
Pelaksanaan
posyandu Holistik-Integratif dapat menjadi salah satu strategi dan
kebijakan baru dalam upaya menanggulangi permasalahan
sosial di desa melalui beberapa gerakan-gerakan yang bersumber dari
masyarakat,seperti halnya gerakan peningkatan derajat kesehatan
masyarakat melalui kegiatan dan pelayanan kesehatan dan keluarga
berencana yang selama ini sudah menjadi kegiatan rutin di Posyandu di
tambah dengan beberapa gerakan lainnya yang diharapkan mampu mendorong
masyarakat untuk berpartisipasi aktif dan meningkatkan kegairahan
masyarakat untuk mengunjungi posyandu.
Posyandu
yang selama ini menjadi rutinitas timbang bayi dan imunisasi menjadi
berkembang menjadi tempat yang diminati masyarakat untuk beraktivitas
sehari-hari. Posyandu itu juga diharapkan mampu mengerakkan ekonomi
keluarga melalui beberapa kegiatan yang didukung sepenuhnya oleh
beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sebagai instansi teknis
pembina posyandu Holistik-Integratif .
Model
posyandu yang dikembangkan ini diharapkan berada pada satu kawasan
setingkat desa dimana diharapkan nantinya posyandu Holistik–Integratif
ini memiliki gedung sendiri yang permanen dilengkapi dengan peralatan
yang memadai untuk memberikan pelayanan sesuai dengan pola yang
dikembangkan. Posyandu Holistik-Integratif dikembangkan dengan
program/kegiatan dan pelayanan utama sebanyak lima kegiatan dengan pola
5(lima) meja dan 2 (dua) pos serta dapat dikembangkan lagi dengan
penambahan beberapa pos kegiatan.
Petugas
yang melaksanakan kegiatan dan pelayanan adalah petugas kesehatan,
tenaga pendidik, tenaga teknis lainnya, pengurus PKK desa dan kader
posyandu yang dilatih sesuai dengan bidang kegiatan masing-masing.
Pembinaan
dan pelatihan tenaga teknis serta kader dilakukan oleh Satuan Kerja
Perangkat Daerah terkait sebagai pembina teknis posyandu dengan
dikoordinasikan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Daerah sebagai Satuan
Kerja Perangkat Daerah pembina organisasi dan kelembagaan posyandu
Untuk mengefektifkan kegiatan posyandu, maka kegiatan posyandu ini harus
dilakukan pengawasan mulai dari tingkat desa, kecamatan dan kabupaten
melalaui kegiatan sosialisasi, monitoring, evaluasi dan pelaporan.
Dengan memperhatikan banyak faktor yang menentukan kualitas perkembangan anak usia dini, maka hak-hak mereka untuk tumbuh dan berkembang optimal harus dipenuhi secara holistik dan diselenggarakan secara integratif. Hingga saat ini telah ada berbagai kegiatan di masyarakat yang menjadi cikal bakal pengembangan anak usia dini holistik–integratif antara lain, yaitu: pelayanan kesehatan melalui Posyandu; pelayanan pendidikan melalui Pos PAUD, Kelompok Bermain, TK, RA, TPA, dan layanan sejenis lainnya; dan pendidikan keorangtuaan/parenting education melalui Bina Keluarga Balita (BKB).
Pengertian Posyandu
Pengertian posyandu adalah sistem pelayanan yang dipadukan antara satu program dengan program lainnya yang merupakan forum komunikasi pelayanan terpadu dan dinamis seperti halnya program KB dengan kesehatan atau berbagai program lainnya yang berkaitan dengan kegiatan masyarakat (BKKBN, 1989).
Pelayanan yang diberikan di posyandu bersifat terpadu , hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dan keuntungan bagi masyarakat karena di posyandu tersebut masyarakat dapat
memperolah pelayanan lengkap pada waktu dan tempat yang sama (Depkes RI, 1990).
Posyandu dipandang sangat bermanfaat bagi masyarakat namun keberadaannya di masyarakat kurang berjalan dengan baik, oleh karena itu pemerintah mengadakan revitalisasi posyandu.
Revitalisasi posyandu merupakan upaya pemberdayaan posyandu untuk mengurangi dampak dari krisis ekonomi terhadap penurunan status gizi dan kesehatan ibu dan anak. Kegiatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam menunjang upaya mempertahankan dan meningkatkan status gizi serta kesehatan ibu dan anak melalui peningkatan kemampuan kader,
manajemen dan fungsi posyandu (Depdagri, 1999).
Tujuan penyelenggara Posyandu
1. Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (ibu Hamil, melahirkan dan nifas)
2. Membudayakan NKKBS.
3. Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan KB Berta kegiatan lainnya yang menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat sejahtera.
4. Berfungsi sebagai Wahana Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera, Gerakan Ketahanan Keluarga dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera.
Pengelola Posyandu.
1. Penanggungjawab umum : Kades/Lurah
2. Penggungjawab operasional : Tokoh Masyarakat
3. Ketua Pelaksana : Ketua Tim Penggerak PKK
4. Sekretaris : Ketua Pokja IV Kelurahan/desa
5. Pelaksana: Kader PKK, yang dibantu Petugas KB-Kesehatan (Puskesmas).
Kegiatan Pokok Posyandu :
1. KIA
2. KB
3. lmunisasi.
4. Gizi.
5. Penggulangan Diare.
Pembentukan Posyandu.
a. Langkah – langkah pembentukan :
1) Pertemuan lintas program dan lintas sektoral tingkat kecamatan.
2) Survey mawas diri yang dilaksanakan oleh kader PKK di bawah bimbingan teknis unsur kesehatan dan KB .
3) Musyawarah masyarakat desa membicarakan hasil survey mawas diri, sarana dan prasarana posyandu, biaya posyandu
4) Pemilihan kader Posyandu.
5) Pelatihan kader Posyandu.
6) Pembinaan.
b. Kriteria pembentukan Pos syandu.
Pembentukan Posyandu sebaiknya tidak terlalu dekat dengan Puskesmas agar pendekatan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat lebih tercapai sedangkan satu Posyandu melayani 100 balita.
c. Kriteria kader Posyandu :
1) Dapat membaca dan menulis.
2) Berjiwa sosial dan mau bekerja secara relawan.
3) Mengetahui adat istiadat serta kebiasaan masyarakat.
4) Mempunyai waktu yang cukup.
5) Bertempat tinggal di wilayah Posyandu.
6) Berpenampilan ramah dan simpatik.
7) Diterima masyarakat setempat.
d. Pelaksanaan Kegiatan Posyandu.
1. Posyandu dilaksanakan sebulan sekali yang ditentukan oleh Kader, Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan serta petugas kesehatan dari Puskesmas, dilakukan pelayanan masyarakat dengan sistem 5 meja yaitu :
Meja I : Pendaftaran.
Meja II : Penimbangan
Meja III : Pengisian KMS
Meja IV : Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS.
Meja V : Pelayanan KB & Kes :
• Imunisasi
• Pemberian vitamin A Dosis Tinggi berupa obat tetes ke mulut tiap bulan Februari dan Agustus.
• Pembagian pil atau kondom
• Pengobatan ringan.
• Kosultasi KB-Kesehatan
Petugas pada Meja I s/d IV dilaksanakan oleh kader PKK sedangkan
Meja V merupakan meja pelayanan paramedis (Jurim, Bindes,
perawat dan petugas KB).
2. Sasaran Posyandu :
• Bayi/Balita.
• Ibu hamil/ibu menyusui.
• WUS dan PUS.
3. Peserta Posyandu mendapat pelayanan meliputi :
1) Kesehatan ibu dan anak :
• Pemberian pil tambah darah (ibu hamil)
• Pemberian vitamin A dosis tinggi ( bulan vitamin A pada bulan Februari dan Agustus)
• PMT
• Imunisasi.
• Penimbangan balita rutin perbulan sebagai pemantau kesehatan balita melalui pertambahan berat badan setiap bulan. Keberhasilan program terlihat melalui grafik pada kartu KMS setiap bulan.
2) Keluarga berencana, pembagian Pil KB dan Kondom.
3) Pemberian Oralit dan pengobatan.
4) Penyuluhan kesehatan lingkungan dan penyuluhan pribadi sesuai permasalahan dilaksanakan oleh kader PKK melalui meja IV dengan materi dasar dari KMS baita dan ibu hamil.
Keberhasilan Posyandu tergambar melalui cakupan SKDN
S : Semua balita diwilayah kerja Posyandu.
K : Semua balita yang memiliki KMS.
D : Balita yang ditimbang.
N : Balita yang naik berat badannya.
Keberhasilan Posyandu berdasarkan :
1 ) D / S : baik/kurangnya peran serta masyarakat
2) N / D : Berhasil tidaknyaProgram posyandu
Petugas pada Meja I s/d IV dilaksanakan oleh Kader PKK sedangkan
meja V merupakan meja pelayanan para medis (Jurim, Bindes,
Perawat clan Petugas KB)
e. Dana.
Dana pelaksanaan Posyandu berasal dari swadaya masyarakat melalui gotong royong dengan kegiatan jimpitan beras dan hasil potensi desa lainnya serta sumbangan dari donatur yang tidak
mengikat yang dihimpun melalui kegiatan Dana Sehat.
STRATA POSYANDU dikelompokkan menjadi 4 :
1. Posyandu Pratama :
Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang masih belum mantap, kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas. Keadaan ini dinilai ‘gawat’ sehingga intervensinya adalah
pelatihan kader ulang. Artinya kader yang ada perlu ditambah dan dilakukan pelatihan dasar lagi.
2. Posyandu Madya :
Posyandu pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih. Akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA,
Gizi, dan Imunisasi) masih rendah yaitu kurang dari 50%. Ini berarti, kelestarian posyandu sudah baik tetapi masih rendah cakupannya. Intervensi untuk posyandu madya ada 2 yaitu :
a. Pelatihan Toma dengan modul eskalasi posyandu yang sekarang sudah dilengkapi dengan metoda simulasi.
b. Penggarapan dengan pendekatan PKMD (SMD dan MMD) untuk menentukan masalah dan mencari penyelesaiannya, termasuk menentukan program tambahan yang sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
3. Posyandu Purnama :
Posyandu pada tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensinya lebih dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, dan cakupan 5 program utamanya (KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) lebih dari 50%. Sudah ada program tambahan, bahkan mungkin sudah ada Dana Sehat yang masih sederhana. Intervensi pada posyandu di tingkat ini adalah :
a. Penggarapan dengan pendekatan PKMD untuk mengarahkan masyarakat menetukan sendiri pengembangan program di posyandu
b. Pelatihan Dana Sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh Dana Sehat yang kuat dengan cakupan anggota minimal 50% KK atau lebih.
4. Posyandu Mandiri :
Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan 5 program utama sudah bagus, ada program tambahan dan Dana Sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK.
Intervensinya adalah pembinaan Dana Sehat, yaitu diarahkan agar Dana Sehat tersebut menggunakan prinsip JPKM.
Bentuk kegiatan lain yang masih dilokasi Posyandu berupa;
1) Mencatat hasil kegiatan UPGK dalam regester balita sampai terbentuknya balok SKDN.
2) Membahas bersama - sama kegiatan lain atas saran petugas.
3) Menetapkan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan seperti penyuluhan.
Sedangkan bentuk kegiatan yang dilakukan diluar posyandu
berupa:
1) Melaksanakan kunjungan rumah.
2) Menggerakkan masyarakat untuk menghadiri dan ikut serta dalam kegiatan UPGK.
3) Memanfaatkan pekarangan untuk peningkatan gizi keluarga.
4) Membantu petugas dalam pendaftaran, penyuluhan, dan peragaan ketrampilan (Depkes RI-Unicef, 2000).
Apabila kader menjumpai kesulitan dalam menjalankan tugasnya dalam posyandu, maka mereka dapat menghubungi orang-orang berikut sebagai upaya untuk mencari jalan keluar:
a) Bidan desa.
b) Kepala Desa.
c) Tokoh masyarakat / tokoh agama.
d) Petugas LKMD, RT, RW.
e) Tim Penggerak PKK.
f) Petugas PLKB.
g) Petugas pertanian ( PPL ).
h) Tutor dari Diknas
Dukungan Dari Puskesmas/ Petugas Kesehatan Memberikan pelatihan kepada kader yang terdiri dari:
1) Aspek komunikasi.
2) Tehnik berpidato.
3) Kepemimpinan yang mendukung Posyandu.
4) Proses pengembangan.
5) Tehnik pergerakan peranserta masyarakat.
6) Memberikan pembinaan pada kader setelah kegiatan Posyandu berupa:
a) Cara melakukan pendataan / pencatatan.
b) Cara meningkatkan kemampuan kader dalam menyampaikan pesan kesehatan pada masyarakat.
7) Memotivasi untuk meningkatkan keaktifan kader dalam kegiatan Posyandu.
Dukungan dari Masyarakat / LKMD
LKMD mempunyai peranan besar dalam upaya peningkatan tarap kesehatan masyarakat di desa / kelurahan. Dalam hal ini termasuk upaya penurunan angka kematian bayi, anak balita, ibu hamil dan angka kelahiran, khususnya yang diupayakan melalui posyandu dengan kegiatanya.
Perananan LKMD dalam pembentukan Posyandu;
1) Mengusulkan, mendorong dan membantu kepala desa / kelurahan untuk membentuk posyandu di wilayahnya.
2) Memberi tahu masyarakat tentang pentingnya posyandu serta cara pembentukannya.
3) Membantu secara aktif pelaksanaan pengumpulan data dan musyawarah masyarakat dalam rangka membentuk Posyandu, penentuan lokasi, jadwal, pemilihan kader dan lain-lainnya.
Peranan LKMD dalam pelaksanaan Posyandu:
1. Mengingatkan mendorong dan memberi semangat agar kader selalu melaksanakan tugasnya di Posyandu dengan baik.
2. Mengingatkan ibu hamil, ibu yang mempunyai bayi dan anak balita serta ibu usia subur agar datang ke Posyandu sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Peranan LKMD dalam pembinaan Posyandu.
1. Mengamati apakah penyelenggaraan Posyandu telah dilakukan secara teratur setiap bulan, sesuai jadwal yang telah disepakati.
2. Mengamati apakah Posyandu telah melaksanakan pelayanan secara lengkap (KIA, KB, Gizi, Immunisasi dan penanggulangan diare).
3. Memberikan saran-saran kepada kepala desa / kelurahan dan kader agar Posyandu dapat berfungsi secara optimal ( agar buka teratur sesuai jadwal, melakukan pelayanan secara lengkap dan dikunjungi ibu hamil, ibu dan anak balita serta ibu usia subur).
4. Bila dipandang perlu, membantu mencarikan jalan agar Posyandu dapat melakukan pemberian makanan tambahan kepada bayi dan anak balita secara swadaya.
5. Mengingatkan kader untuk melakukan penyuluhan di rumah-rumah ibu (kunjungan rumah) dengan bahan penyuluhan yang tersedia.
6. Mencarikan jalan dan memberi saran-saran agar kader dapat bertahan melaksanakan tugas dan perannya (tidak drop out). Misalnya dengan pemberian penghargaan, mengupayakan alat tulis atau bantuan lainya.
7. Membahas bersama kepala desa / kelurahan dan tim pembina LKMD Kecamatan cara-cara pemecahan masalah yang dihadapi Posyandu.
8. Agar pembinaan Posyandu dan pembinaan kader dilakukan oleh LKMD ini dapat dilaksanakan dengan baik, maka cara dan pesan-pesan penyuluhan yang berkaitan dengan promosi Posyandu
juga perlu dipahami oleh LKMD.
Sumber
Berbagai Sumber